Dari Meunasah Sederhana, Harapan Baru Itu Bernama Masjid Darut Taqwa


Aceh Timur – 13 Juni 2025 Di sebuah gampong kecil yang terletak di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur, hari itu bukan sekadar hari Jumat biasa. Tidak ada pengeras suara canggih, tidak ada bangunan megah, namun hati-hati yang datang ke Meunasah Matang Kruet hari itu dipenuhi rasa haru, harap, dan tekad kuat. Sekitar 200 warga berkumpul untuk menunaikan Shalat Jumat perdana — sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Darut Taqwa, sebuah mimpi kolektif yang akhirnya mulai terwujud.

Sejak subuh, warga telah mempersiapkan segalanya. Lantai meunasah dibersihkan, tikar digelar rapi, dan air wudhu disiapkan dalam ember-ember besar. Tidak sedikit warga yang datang membawa anak-anak mereka, seolah ingin memperkenalkan sejak dini bahwa hari ini adalah sejarah. Bukan hanya sejarah gampong, tapi sejarah jiwa mereka sendiri.
Prosesi peusijuk pun digelar, dipimpin oleh ulama karismatik Abu Bayu Peulalu. Dengan suara lembut namun menggetarkan hati, Abu Bayu melantunkan doa agar pembangunan masjid yang akan dinamai Darut Taqwa diberi kelancaran dan keberkahan.

Dalam ceramah singkatnya, beliau berkata:
“Masjid bukan hanya tempat bersujud, tapi juga tempat bangkitnya peradaban Islam. Di sinilah anak-anak kita belajar Al-Qur’an, di sinilah hati kita kembali saat resah. Mari kita mulai dengan niat yang benar.” Kata-kata itu menggema lebih dalam daripada mikrofon manapun. Warga terdiam, sebagian menunduk menahan haru.

Usai Shalat Jumat, warga tidak langsung pulang. Di halaman meunasah, tikar-tikar kembali digelar, namun kali ini bukan untuk sujud, melainkan untuk bersyukur. Kanduri atau kenduri digelar secara gotong royong. Tak ada katering mewah, tapi setiap suapan nasi terasa lebih nikmat karena dibumbui dengan rasa kebersamaan.

Di antara warga yang menyajikan nasi bungkus dan kuah asam ke dalam piring-piring plastik, tampak wajah yang tidak asing — PJ Keuchik Rusli. Ia tidak duduk di kursi kehormatan, tetapi ikut mengatur lauk, menyapa warga, dan tak segan membantu menuang air minum.

Dalam sambutannya, Keuchik Rusli menyampaikan pesan menyentuh, “Kita tidak hanya sedang membangun masjid dari semen dan batu, tetapi juga dari cinta dan niat baik. Masjid ini akan berdiri karena hati kita terpaut padanya.” ujar Rusli.

Masjid Darut Taqwa direncanakan akan dibangun di atas lahan wakaf milik warga. Tidak ada kepastian kapan selesai, namun yang pasti — pembangunan sudah dimulai: dari shalat pertama yang dilantunkan di meunasah tua itu, dari doa yang menyatu di udara, dari tumpahnya kuah kenduri di tangan anak-anak, dan dari mata para orang tua yang penuh harapan.
Masjid ini kelak bukan hanya tempat ibadah, tapi akan menjadi pusat kegiatan TPA, pengajian ibu-ibu, remaja masjid, bahkan musyawarah gampong. Sebuah titik temu antara dunia dan akhirat, antara amal dan ilmu.

Hari itu, Meunasah Matang Kruet menjadi saksi bahwa mimpi bisa dimulai dari kesederhanaan. Bahwa ketika warga saling bergandeng tangan, mimpi sekecil apapun bisa tumbuh menjadi kenyataan sebesar Masjid Darut Taqwa.

Dari sujud pertama di meunasah itu, langkah-langkah kebaikan kini mulai berjalan.

Reporter: Rizal 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama