Haba Aneuk Syuhada Aceh - Langit yang hitam menjatuhkan jutaan pensil padaku, apa yang akan digambarkan di tubuhku, apakah rindu yang meluncur dari dingin matamu. Walaupun engkau mencoba untuk menutupinya.
Telah kubisikkan namamu pada angin, semoga saja hujan mendengar dan lahir sungai abadi dari rintiknya, mengikis batu-batu dan seribu prasasti tercipta untukmu, Karna akupun tau engkau tak bisa hidup tampa ku.
Bulan tenggelam di teluk matamu, aku tak mampu mencegah hatiku, terhanyut ombaknya ke dalam rindu, Teringat akan masa masa indah bersama mu.
Apakah hujan ikut menanggung rindu? Berkali-kali ia jatuh di punggung dan dadaku, hanya untuk memeluk ku, namun kuingin menggapaimu selalu.
Aku tergelincir di atas rindu yang membasahi bulu matamu. Bulu mata yang telah ribuan kali berlinang dalam cinta dan doa. Tak perlu sembunyikan rindu mu padaku.
Kala rindu itu datang padaku, waktu pun seketika menjadi tubuhmu. Ingin rasanya kumenghampirimu, aku sangat merindukan mu.
Di sejuk cahaya malam, ada bintang mengerdip biru, di balik kehangatanmu ada jantung memekik merdu. Yang harus kau tau aku membutuhkan mu.
Tiba-tiba embun jatuh, saat kubuka halaman buku, seakan ada setangkai bunga tersentuh tanganku, padahal hanya huruf yang menyusun kata rindu.
Sekalipun aku terpejam, aku bisa mendengar gemuruh laut, aku bisa mendengar hempasan demi hempasan ombak menaklukan tebing rindu.
Angin rindu berhembus di sajadahku, Membelai wajah cinta yang jauh dimataku, Aku ingin segera berangkat hijrah untuk, Menemui mu dalam bingkai pasrah.
Aku bagai ilalang yang ingin tumbuh di tepian matamu, aku tak ingin jadi tangkai rindu yang patah menahan waktu. Karna ku tahu engkau pun tak ingin menderita sendiri disana
Rindu memang api biru. Menyentuhnya engkau tak perlu takut dan ragu. Sebab hanya sehangat kuku. Jangan biarkan ku menanggung sendiri, Karna kutahu engkau jua tak sanggup.
Diambil dari Kisah nyata dua insan yang saling berjauhan
#Antara Aceh dan Batam
Tags
Artikel